Kisah dari Yudith Paramitha
DCIM100GOPRO
            Mentari pagi menyongsong, Yudith Paramitha kecil berlari untuk mengikuti kelas piano. Ia mempersiapkan masa depannya, menjadi seorang penyanyi cilik. Tawaran menjadi penyanyi cilik pun datang. Papa T-Bob secara khusus ingin mengorbitkannya menjadi penyanyi. Namun satu keputusan ditentukan. Keputusan yang menjadi penyesalan terbesar bagi Yudith Paramitha.
            Yudith Paramitha lahir di Jakarta pada tanggal 19 Mei 1990. Ia merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia mendalami ilmu akuntansi di Universitas Bunda Mulia. Ilmu yang didapatkannya dari beasiswa PT. Summarecon Agung Tbk. Bantuan ini diberikan dan menjadi satu hal yang sangat dihargai oleh Yudith. Lulus dengan nilai cumlaude (3,77) dari universitas ternama, dapat membuat dia dengan mudahnya untuk masuk ke berbagai perusahaan yang ternama. Namun ia tidak mengambil segala kesempatan lain. Ia kembali memasukan harapannya untuk berkerja di PT. Summarecon Agung Tbk. Tempat dimana ia menyebut sebuah keluarga. Keluarga yang memahami kebutuhan orang lain dan memperhatikan nasib seseorang. Sejak Juni 2013 ia resmi berkerja di bidang CCSR. Ia bertugas untuk menyalurkan bantuan kepada orang lain. Pada akhirnya ia memahami bahwa Summarecon sebagai keluarga yang mempunyai budaya ramah dan saling berkerjasama mencapai tujuan bersama. Keluarga yang berhasil mengalahkan ketakutannya. Ketakutan untuk bersosialisasi.

            Beberapa orang tidak mengalami masalah saat bertemu dengan orang lain. Namun ini menjadi polimik utama bagi Yudith Paramitha. Ia bahkan melewatkan kesempatan untuk menjadi penyanyi cilik hanya karena takut dan tidak berani untuk bertemu dengan orang asing. Padahal kesempatan tersebut dapat membuatnya terkenal dan dapat memperbaiki keadaan ekonominya saat beranjak dewasa. Namun ia baru menyadari saat menjelang masuk perkuliahan. Ia harus melepaskan ketakutannya. Berani untuk mengambil keputusan berubah.
            Semasa kecil, ia selalu sembunyi dibalik badan ibunya. Sosok yang manja, sombong, dan pemalulah yang dikenalin oleh teman-teman sekitarnya. Padahal sebenarnya ia tidak sombong. Ia hanya takut untuk bertemu orang lain. Namun ia menyadari bahwa sifat bawaan ini harus diubah. Seseorang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak relasi. Orang yang mampu meyakinkan orang lain ke arah tujuan yang ingin dicapai. Alhasil ia menemukan satu cara untuk mengalahkan ketakutannya, berada dalam lingkungan kerja yang membangun kepribadiannya untuk lebih berani bertemu orang lain.
            Perkerjaanya di CCSR memaksa dia untuk dapat bertemu dan bernegosiasi dengan banyak orang. Lingkungan kerja dari atasan maupun anggota lainnya, membuka wawasannya dan mempengaruhi karakternya untuk lebih terbuka. Ia berusaha keras untuk belajar dari orang-orang sekitarnya, bagaimana membangun pembicaraan dengan orang yang baru dikenalnya. Sebuah usaha yang tidak mudah bagi Yudith Paramitha yang jarang berbicara. Keinginan untuk mengalahkan ketakutan yang menghadang dari pikirannya sendiri. Yudith pun berubah menjadi sosok yang jauh berbeda. Orang-orang menyebutnya ramah dan terbuka. Ia juga dapat memegang kendali dalam pembicaraan. Akhirnya Yudith Paramitha kecil yang pemalu menjadi pemberani. Ia dalam beberapa kesempatan di dapuk menjadi pembawa acara dan memimpin meeting. Perubahan yang dilewatinya dengan sebuah usaha. Tidak ada kata terlambat untuk berubah, tidak ada alasan untuk takut menjadi sukses. Semua di mulai dari keinginan untuk menghadapinya. (SO)

This entry was posted in Artikel CCSR, Corporate Culture on by .
http://ccsr.cc/?p=587

- Copyright © Sandra Olga - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -