Story Telling To Keep Your Company
Moving Forward

            Pemimpin hebat paham betul bagaimana memotivasi pekerjanya. Pekerjanya butuh lebih dari sekedar jargon tentang visi dan misi yang tinggi dalam perusahaan. Untuk memahami dan mengapresiasi misi apa yang diusung perusahaan, pekerja perlu mendengar mengenai orang-orang, nilai-nilai, dan sejarahnya. Disinilah letaknya bagaimana pemimpin cerdas bisa menceritakan kisah mereka dalam sebuah cerita yang menggugah.
            Cerita yang mempunyai bukti nyata akan keberhasilan bisa menjadi contoh yang bernilai. Bagaimana Steve Jobs dapat menjual produk Apple ke pasaran dengan sukses merupakan satu pelajaran berharga. Cerita disampaikan sebagaimana adanya dalam buku maupun film sehingga dapat menyampaikan filosofi dan nilai-nilai secara mengesankan.
            Dalam Buku Learning Organizations: Developing Cultures for Tomorrow’s workplace (1995) menjelaskan bahwa metode pembelajaran para penduduk asli Amerika menggunakan cerita. Cerita menggunakan seluruh panca indra, tidak hanya otak namun juga sel-sel di dalam tubuh. Cerita sangat koheren dengan budaya perusahaan, karena di setiap perusahaan pasti memiliki cerita. Cerita menjadi proses pembelajaran guna untuk menyatukan semua orang menjadi satu –sebuah visi bersama- yang memungkinkan orang secara efektif mencapai targetnya. (131-132)
            Perusahaan yang bertahan adalah yang memiliki pemimpin visioner. Dan para pemimpin ini menyampaikan dengan jelas nilai-nilai organisasi, terutama bagaimana menyampaikan budaya perusahaan kepada timnya. Pengisahan cerita atau story telling merupakan perangkat yang sudah terbukti dapat memperkokoh visi dan nilai-nilai dan mengomunikasikan praktik dan perilaku sukses. Setiap perusahaan yang berkerja dalam bidang yang berbeda mempunyai benang merah dan kesamaan: mereka mampu mengisahkan legenda mereka secara konsisten dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cerita menolong perusahaan untuk mencapai tujuan komunikasi. Penggunaaan cara ini dapat menyentuh perasaan hingga pada bagian terdalam dari batin manusia


Kebutuhan akan sentuhan dari masa ke masa
            Kebutuhan manusia tidak hanya pakaian, makanan, namun juga kebutuhan akan sentuhan. Kemudahan yang diberikan oleh dunia dengan hadirnya teknologi membuat orang kehilangan sentuhan tersebut. Seseorang akan bertemu satu dengan lainnya dengan perangkat handphone melalui BBM chat, Twitter, maupun media sosial lainnya. Akibatnya orang tidak dapat lagi untuk rehat kopi bersama, ngobrol satu dua menit selama mengambil air panas untuk membuat teh/kopi, maupun bentuk komunikasi-komunikasi tatap muka lainnya. Kesibukan dalam mengejar kompetensi juga menghalangi seseorang berinteraksi dengan orang lain.
Teknologi mengurangi interaksi tatap muka
            Joseph Campbell mengingatkan kita dalam The Power of Myth (1998, p.8), “Saat kita kehilangan ritual, kita kehilangan rasa keberadaban; itulah sebabnya masyarakat kita begitu buruk.” Hal ini juga disampaikan oleh Judy Wicks, pendiri, presiden, dan kepala pelayan White Dog CafĂ© Philadelphia. “Orang-orang di masyarakat kita lapar… untuk berbagi nilai-nilai mereka, untuk menikmati rasa (kebersamaan) komunitas, dan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri.”

Cerita di tengah api unggun pada zaman primitif
            Kegiatan ini pun sudah terjadi sejak zaman dahulu, para suku menyalakan api unggun dan menceritakan legenda. Setelah itu, orang tua juga mendongengkan anak-anak mereka dengan kisah lampau baik biografi maupun cerita fiksi. Cerita disampaikan terus menerus dapat mencapai aspek sentuhan. Hal ini juga bisa diterapkan dengan menyentuh perasaan sekaligus pikiran dari pegawai, pelanggan, dan stakeholder. Karena ceritalah yang akan menjadi warisan pengalaman yang menginspirasi generasi-generasi mendatang. Saling menceritakan kisah sukses diperlukan untuk mencapai kebutuhan akan sentuhan ini.
Seorang wanita sedang story telling kepada anak-anaknya

            Mencapai sasaran atau target dari suatu perusahaan dibutuhkan motivasi yang kuat mengapa orang itu perlu bekerja. Salah satu pendekatan motivasi tersebut adalah menggunakan filsafat kekeluargaan. Filsafat kekeluargaan ini dapat membuat satu anggota akrab dengan anggota keluarga lainnya. Para pemimpin ini yang kemudian menggunakan cerita secara rutin sebagai rangka penanaman budaya. “Bagaimana kabarmu?” , “Bagaimana bisa hal tersebut terjadi?”, dan “Bagaimana caramu menyelesaikan permasalahan ini?” merupakan pertanyaan yang acap kali diungkapkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya. Para eksekutif dan manajer juga berbagi tantangan dan kegagalan karir mereka dan menceritakan bagaimana perusahaan berhasil melalui suatu krisis, para pegawai yang kemudian larut dalam kisah itu menaruh harapan jika ia juga mengalami peristiwa yang serupa maka ia juga akan dapat menyelesaikan sesuai dengan tindakan yang dilakukan sebelumnya. Saat pemimpin bercerita kepada tim mereka, maka kepercayaan diri dan motivasi pegawai akan bertambah untuk terus bekerja.
            John F. Kennedy mendorong lapisan masyarakat untuk mengirim manusia ke bulan dan pulang dengan selamat. Penggambaran tentang proses tersebut ditayangkan, namun yang terpenting bukan pada prosesnya, tetapi lebih bagaimana suatu impian dapat tercapai dengan melewati batas-batas yang ada. Howard Goddard, Ph.D, mantan kepala departemen bahasa Inggris di Swarthdmore College, mengajarkan “Takdir dunia tidak terlalu ditentukan oleh kekalahan dan kemenangan dalam peperangan, namun lebih banyak ditentukan oleh cerita yang dicintai dan dipercayainya.”

            Harvard Business Review mengungkapkan dalam mencapai target, seseorang harus menggunakan emosi mereka dalam merangkai kisah. Ada 2 cara untuk mempersuasif orang. Yang pertama dengan metode konvensional retorika, seorang eksekutif menyampaikan pesan dengan presentasi tentang kondisi yang terjadi. Cara ini berbasiskan intelektual, namun orang belum tentu terinspirasi karenanya. Cara kedua yang lebih kuat adalah dengan menggabungkan ide dengan emosi lewat pengisahan. Pembaca tidak hanya merasakan tetapi juga merasakan energi dan emosi. Hal ini yang kemudian membuat sebuah kisah bisa diingat dan membekas dihati. Contohnya  jika sebuah perusahaan bidang biotech, dimana seorang CEO sedang mempersuasif bank untuk berinvestasi ke perusahaanya. Ia akan membahas bahwa ia menemukan satu bahan chemical  yang dapat menghindari serangan jantung, plan bisnisnya, besaran market, statistik organisasi, dan berikutnya. Mungkin Bank akan mudah menolak karena melihat posisi yang kurang dan memilih perusahaan lain. Lain jika CEO menggunakan sebuah kisah, dimana ia bercerita menggunakan ayahnya atau orang lain sebagai objek yang telah meninggal karena serangan jantung. Ia menggunakan kisah seandainya ada obat penghindar serangan jantung, papanya tidak seharusnya meninggal. Penggunaan bahan temuannya dari protein bisa membantu kelancaran darah dan menghindari serangan jantung. Seorang objek dapat membuat bank lebih dekat, merasa ada kisah yang menarik untuk di dengar dan membuat orang ingin terlibat untuk berpartisipasi (2003, Story Telling That Moves People)
            Grady Jim Robinson, seorang pembicara ahli yang telah mendapatkan penghargaan tertinggi National Speaker Association, berbagi cerita di masa kecilnya di depan umum. Bagaimana pendidikan orang tua yang mendisiplinkan dirinya. Ia menceritakan kegagalannya untuk menjadi bintang bisbol dan mengecewakan ayahnya. Hal ini dapat menyentuh banyak orang, karena banyak di antara mereka bahkan kita yang merasa telah berusaha sekuat tenaga namun gagal, mengecewakan orang tua atau seseorang yang paling berharga dalam hidup kita. Grady Jim membuat para pendengarnya dapat menyelami penderitaan dan pengalamannya. Ia dapat menarik perharian orang-orang disekitarnya hingga membuat mereka meneteskan air mata.
            Tradisi ini juga dilakukan oleh Harvard Business School. Pendekatan studi kasus sangat dihargai oleh sekolah itu untuk menyiapkan pemimpin di masa depan bagi dunia bisnis adalah pengisahan cerita. Studi kasus mulai dengan menjelaskan skenario yang sudah umum dikenal, ditentukan dalam sebuah perusahaan hipotetis, dan kemudain mendiskusikan pilihan tindakan bagi sang manajer, mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pendekatan. Tergiring masuk ke dalam cerita, para mahasiswa segera mulai menyusun rencana mereka, berharap untuk menemukan solusi yang direkomendasikan; atau bahkan yang lebih bagus daripada itu.
            Para pemimpin bisnis perlu mengkomunikasikan nilai dan visi organisasi mereka dengan jelas dan bersemangat, sehingga mereka dapat menarik semua orang menjadi bagian dari kelompok: calon pegawai baru yang menjanjikan, pegawai, pelanggan, pemegang saham, mitra usaha, pemasok, dan stakeholder “keluarga perusahaan”lainnya. Salah satu perangkat komunikasi yang paling efektif adalah pengisahan cerita. Seorang pemimpin harus mampu mengembangkan sebuah cerita autentik lantas menceritakannya secara efektif, itu serupa dengan seorang dirigen piawai memimpin orchestra melalui aransemen musik paling menantang. Sang pemimpin yang bercerita mampu mendorong semuanya untuk “memainkan lagu yang sama”, untuk memahami dan mengenali nilai-nilai perusahaan, dan mewujudkan nilai-nilai tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab mereka sehari-hari.
            Fokus pada komunikasi perusahaan berinti pada penyampaian nilai-nilai melalui cerita menghidupkan maskapai Amerika Serikat, Southwest. Komunikasi dilakukan dalam pengiklanan, dalam pesan-pesan pegawai, dalam berita, dan pada situs Web. Southwest telah menciptakan satu tingkat kesetiaan pegawai yang sulit ditandingi. Bahkan dalam masa skandal dan kesulitan ekonomi yang terus menerpa lantas tidak membuat perusahaan ini rubuh. Southwest menjadi satu-satunya perusahaan penerbangan Amerika Serikat yang secara konsisten mendapatkan laba.
            Perusahaan akan tumbuh subur berdasarkan cerita dan mitos mereka-pada kemampuan mereka untuk menciptakan produk dan jasa yang membangkitkan emosi. Cerita digunakan pemimpin untuk menjaga sejarah sekaligus masa depan organisasi. Sejarah perusahaan menjadi saluran komunikasi yang memunculkan gairah untuk berkerja dan berkarya di masa depan bagi pembaca/pendengarnya.

Daftar Pustaka: 

McKee, Robert. Juni 2003. Story Telling That Moves People: A Conversation with Screenwriting Coach. Harvard Business Review: hal. 51

Chawla, Sarita & Renesch John. 1995. Learning Organizations: Developing Cultures for Tomorrow's Workplace. USA: Productivity Press

Campbell, Joseph. 1998. The Power of Myth. USA: Doubleday

Clark, Evelyn. 2007. Around The Corporate Campfire. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


            

- Copyright © Sandra Olga - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -